8 STRATEGI
MENGELOLA KONFLIK
Seorang perawat klinik diberitahu oleh dokter bahwa pasiennya adalah seorang gelandangan, merawatnya hanya membuang-buang waktu dan usaha saja. Perawat marah dan mencaci maki dokter yang tidak manusiawi dan mengenal kasih sayang. Ia menemui penyelianya dan mengemukakan bahwa ia ingin agar dokter meminta maaf baik terhadap pasien maupun perawat.
Konflik seperti di atas, dalam konteks yang lain kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita, baik itu antar anggota keluarga di rumah sesama rekan kerja di kantor, di lingkungan sosial dan lain-lain. Hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan keyakinan, cara pandang terhadap sesuatu, nilai-nilai dan lain-lain.
Konflik secara sederhana dapat muncul ketika :
- Dua atau lebih orang memiliki tujuan yang bersebrangan.
- Dua atau lebih orang tidak setuju tapi harus membuat keputusan.
- Seorang merasa hak pribadinya telah dilanggar.
Konflik yang diakibatkan perbedaan cara pandang dalam mencapai tujuan, perlu segera dipecahkan secara memuaskan untuk keduanya. Ketika hal itu tercapai maka hubungan yang sedang berjalan semakin kuat. Dengan menyelesaikan konflik, keduanya biasanya punya keinginan ynag kuat untuk menjaga keutuhan hubungan. Hal ini membuat orang merasa lebih mempercayai akan kekuatan hubungan tersebut.
Kemampuan dalam mengelola konflik adalah sangat vital dan seperti keahlian yang harus diakui untuk dapat bertahan hidup di situasi yang lebih luas lagi.
Pengorganisasian konflik yang positif berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan, kreativitas, produktivitas hubungan yang lebih baik. Sedangkan pengorganisasian konflik yang negatif berpotensi ke arah kehancuran.
Bila konflik terjadi, ada 8 strategi untuk menanganinya :
1. Menekan/ memaksakan
Ini cara menyelesaikan konflik yang tidak bagus. Pemaksaan berarti terjadi penguasaan, kecurangan, kesakitan. Ancaman, kebohongan atau menggunakan cara lain agar bisa mengatasi konflik beresiko pengasingan dari orang lain dan mengurangi efektivitas kerjasama di kemudian hari dan meningkatkan perasaan dendam sebagai “Counter attack”.
2. Menghindari/ menarik diri
Melupakan adanya konflik hanya ketika itu sebnuah konflik yang dirasa remeh dan tidak penting. Konflik kecil yang dihindari kerap kali terakumulasi menjadi konflik yang besar. Secara tidak langsung mengekspesikan kemarahan atau ketakutan, tidak kooperatif, kasar, atau “berbicara di belakang” dapat menimbulkan konflik baru. Untuk sementara menarik diri memang membantu sementara Anda berpikir akan menyelesaikannya kemudian ketika isu dan orang yang lebih siap.
3. Meminta bantuan pihak ketiga atau mediator
Cobalah untuk menangani konflik sendiri. Namun bila situasinya sudah tidak dapat ditelorir atau sangat merusak, Anda bisa meminta bantuan teman, keluarga atau senior Anda di kantor.
4. Setuju atau tidak setuju
Jika Anda tidak setuju tentang sesuatu hal tapi Anda tiadak harus membuat keputusan, bisa Anda katakan, “Kita akan setuju atau tidak setuju untuk hal ini”. Itu tidak berarti Anda salah, perbedaan cara pandang tidak berbahaya.
5. Bersikap tegas
Anda tidak dapat tertindak tegas. Mintalah seseorang untuk berhenti bergunjing atau memperdebatkan dan “berkonflik ria”. Gunakan cara bersahabat pada mulanya. Anda sebaiknya mulai dengan berkata “Saya”. (Saya ingin Anda menghentikan pergunjingan tentang saya, karena itu tidak benar). Jika mereka tidak mau mendengar juga adukan ke forum pertemuan secara terbuka.
6. Cara halus
Jika Anda tidak merasa kuat atau siap untuk membiarkan orang lain menempuh jalannya sendiri, Anda dapat memilih jalan ini. Hal ini bisa dilakukan denagn cara yang apik dan tanpa menimbulkan kebencian. Tapi jika Anda terlalu bersikap seperti ini atau oranmg lain tidak pernah berbuat halus untuk Anda, jangan teruskan. Sedikit dapat menjadi kooperatif tapi jika terlalu banyak membuat Anda kehilangan respek dari orang lain dan dianggap orang lemah.
7. Meminta maaf
Meminta maaf kepada orang lain jika Anda salah satu hanya meminta maaf pada bagian di mana Anda bertanggung jawab. Hal ini terlihat “fair”. Perbaiki apa yang sudah Anda lakukan. Katakan maaf sebaiknya secara tulus jangan merajuk juga jangan meminta maaf terlalu banyak, atau orang melihat Anda sebagai “pemaksa”.
8. Bermusyawarah memecahkan masalah
Ini adalah langkah yang terbaik dari semuanya. Anda melihat ada masalah, kemudian Anda berbicara dengan orang lain untuk menemukan cara di mana keduanya dapat memperoleh kondisi yang lebih baik. Mencapai kondisi “meneng untuk semua dan kalah untuk semua” di mana keduanya merasa benar. (Budi Wariadhana, S.E)
Sumber: HRD edisi 9 April 2003 hal 50
0 comments:
Posting Komentar