Selarik Senyum

Senin, 18 Januari 2010

Aku tak tahu apa yang kau kejar saat ini. Apakah engkau mengejar impian atau sekedar merangkumkan harapan dalam sebuah perjuangan tanpa henti. Seorang anak yang melimpahkan cinta kepada bapak ibunya, hingga tak sempat memikirkan bahwa ada seseorang yg mengaguminya dari sudut lain, dari dunia yg nyaris berbeda..
.
Mengagumimu
.
Berjingkat kumelangkah dengan derap kaki telanjang, masih terbungkus bimbang, apakah engkau akan menerima? Oh,bukan. Apakah engkau mau mendengarku menyapa? Sekedar berkata "Permisi, bolehkah aku mencuri rindu". Sayang kata itu hanya dalam dogma. Realitanya, aku tetap pungguk yang tertunduk lesu di seberang jalan, tiada restu darimu, wahai rembulan.
.
Lantas semua berakhir? Tidak. Shakespeare saja tahu, bahwa mematikan tokoh Juliet akan membuat plot cerita hancur, sebagaimana jika aku harus membunuh rasa ini. Itu akan membunuhku.
.
Yah kuakui, bayangmu mungkin tidak selalu ada dalam percik mataku. Namamu juga tidak selalu hadir dalam gumpal nafasku. Tidak terlalu posesif untuk orang supermasif sepertiku.
Tapi, perjuanganmu. Perjuanganmu atas nama orang tua dan keikhlasan, seakan akan aku bercermin, apakah tujuan kita sama? Walau tidak semua kesamaan akan menyatukan, setidaknya memberikan harapan. Bahwa engkaulah, satu satunya abjad yg akan kuingat. Terlalu klise ya? Biarlah, itu karena aku kehabisan kosakata.
.
Teriring selarik senyum
Seseorang yg menampung semburat senja