Cinta Dalam Islam

Senin, 16 November 2009

"Dimanakah orang-orang yang berkasih sayang kerana kemuliaan-Ku pada hari ini, Aku perlindungi mereka dibawah naungan-Ku pada hari yang tiada lagi naungan kecuali nuangan-Ku" (Riwayat Muslim)


C-I-N-T-A. Mengeja lima huruf tadi ternyata tidak semudah mendeskripsikan wujudnya. Definisi etimologi, terminologi, maupun historikal sekalipun tidak dapat menghindarkan adanya multitafsir atas eksistensinya. Idealnya, semua orang pasti pernah merasakan cinta, entah kepada siapa cinta itu ditujukan dan dari sudut mana kita menafsirkan cinta itu.

Dalam Islam, cinta atau al-hub dalam bahasa Arab adalah suatu hal yang sangat dianjurkan . Rasulullah S.A.W. memberikan contoh konkret ketika ia memanggil Aisyah r.a. dengan sebutan humaira (pemilik pipi yang kemerah-merahan) karena kalau marah wajahnya berubah menjadi merah. Begitu romantisnya Rasulullah terhadap Aisyah dan juga istri-istrinya yang lain, semua itu dilakukan atas dasar cinta.

Cinta dalam Islam bukan sekedar nafsu yang diaktualisasikan dalam hal-hal yang berhubungan dengan fisik. Lebih dari itu, cinta adalah prtemuan antara ruh dengan ruh, kerinduan jiwa dengan jiwa, bukan fisik dengan fisik. Kemudian mengalirlah sebuah perasaan yang suci, bagai gletser yang cair dari pegunungan es.

Cinta bukan satu-satunya sumber kebahagiaan, tapi tanpa cinta adalah sumber kemalangan dan kesengsaraan. Cinta dalam konteks kebahagiaan tidak akan dapat terwujud kecuali di dalam hati seseorang itu terdapat perasaan ridho dan ikhlas dalam menghadapi setiap “ujian” cinta. Kenapa ujian? Karena tidak ada satupun cinta yang tidak diuji. Ujian itu bukan sebagai rintangan, tapi lebih sebagai alat asah untuk mengetahui seberapa dalam cinta dan seberapa besar pengorbanan yang dapat dia berikan untuk seseorang yang dia cintai. Analogi yang secara nyata ditunjukkan oleh Allah S.W.T. kepada hamba-NYA yang mencintai-NYA yaitu akan senantiasa diuji dan diuji. Semoga Allah menunjukkan kita cinta yang haqiqi.

Demikian dimuliakannya cinta dalam Islam bahkan Allah S.W.T. memberikan apresisasi yang sangat tinggi kepada insan-insan yang saling mencintai karena-NYA. Rasulullah bersabda “"Sesungguhnya di surga terdapa pilar-pilar dari yakut, di atasnya ada kamar-kamar dan zamrud. Kamar-kamar ini memiliki pintu yang terbuka dan bersinar seumpama mutiara." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah penghuninya?" Beliau menjawab, "Orang-orang yang saling mencintai karena Allah, orang-orang yang duduk bersama karena Allah dan orang-orang yang bersua karena Allah." (Riwayat Al-Bazzar, dilemahkan oleh Al-Albani dalam At-Targhib dan di-hasan-kan oleh para pen-tahqiq At-Targhib).

Mengapa Allah S.W.T. memberikan kedudukan yang tinggi bagi orang-orang yang mencintai karena-NYA? Karena cinta seperti itu sangat sulit dilakukan kecuali orang-orang yang bersih jiwanya, ikhlas dan mampu melihat keridhaan Allah di setiap aspek kehidupannya. Dunia ini penuh dengan kefanaan yang siap menerkam siapa saja yang menjadikan nafsu sebagai budaknya. Hati-hati, karena nafsu dapat merubah raja menjadi budak dan sebaliknya, budak menjadi raja.

Dari kitab Nasihat Agama dan Wasiat Iman oleh Imam Habib Abdullah Haddad :
1) Apabila seseorang mencintai orang lain, bersahabat dan membiasakan diri dengannya, kerana dilihatnya orang itu mencintai Allah dan taat-setia kepada perintah Allah, maka hal sedemikian itulah yang dikatakan bercinta-cintaan kerana Allah Ta'ala.
2) Ataupun jika ia mencintai orang itu dan bersahabat dengannya, kerana orang itu membantunya di dalam selok-belok agama, dan mengarahkannya untuk bertaat-setia terhadap Tuhannya, maka hal sedemikian itu juga dikira bercinta-cintaan kerana Allah.
3) Ataupun jika ia mencintai orang itu dan bersahabat dengannya, kerana orang itu membantunya dalam urusan keduniaan, yang mana dengannya pula ia bisa mengurus urusan akhiratnya, maka itu juga termasuk cinta-mencintai kerana Allah.
4) Ataupun jika ia mencintai orang itu dan bersahabat dengannya, kerana dirinya merasa senang berkawan dengan orang itu, dan dadanya merasa lapang senang berkawan dengan orang itu, dan dadanya merasa lapang bila duduk bersama-sama dengannya.
5) Ataupun orang itu dapat menolongnya di dalam urusan dunianya, dan di dalam hal-ehwal kehidupannya, yang menerusinya ia bisa hidup senang-lenang, maka cinta serupa itu adalah cinta biasa yang tidak ada kena-mengena sedikit pun dengan Allah.
6) Adapun jika ia bersahabat kepada seseorang, kerana orang itu bisa menemannya untuk pergi ke tempat maksiat, atau membantunya untuk menganiaya orang, ataupun memimpin dan menunjuknya ke jalan-jalan fasik dan mungkar, maka persahabatan serupa itu dan kecintaan serupa itu adalah persahabatan dicela dan kecintaan yang tidak berguna, kerana ia menarik kita ke jalan syaitan, yang tidak kena-mengena dengan Allah. Persahabatan dan kecintaan serupa inilah yang akan bertukar menjadi permusuhan di akhirat.
Doa Rasulullah s.a.w.: Ya Allah, kurniakalah perasaan cinta kepada-Mu, dan cinta kepada orang yang mengasihi-Mu, dan apa sahaja yang membawa daku menghampiri cinta-Mu. Jadikanlah cinta-Mu itu lebih aku hargai daripada air sejuk bagi orang yang kehausan. Amin...

0 comments:

Posting Komentar